Minggu, 30 Mei 2010

PULAU MARORE WILAYAH TERDEPAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

(S – M) - Marore merupakan sebuah Pulau kecil yang berada paling terdepan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara Philipina. Pulau Marore, termasuk di dalam wilayah administrasi Kecamatan Tabuka Utara, Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara. Pulau yang terdiri atas Kp. Marore, anak kampung Pulau Matutuang dan Pulau Mamanuk.

Secara geografis dan Politis, Marore sangatlah strategis dan unik. Dibilang strategis, karena Pulau Marore ini merupakan terdepan dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Letak Pulau yang membujur dari Barat Daya. kearah Timur laut dengan luas sekitar 2,5 hektare persegi ini, umumnya terdiri daerah perbukitan dan bukan pulau karang. Perbukitannya bergelombang dengan ketinggian antara Nol meter dari permukaan laut sampai dengan 110 dari permukaan laut. Daerah perbukitan merupakan daerah perkebunan kelapa, cengkeh, mangga, jambu mede, rumpun bambu dan lain sebagainya. MayoritasTambah Gambar penduduknya mendiami di Bagian pantai sebelah barat daya dan minoritas di pantai timur.

Pulau Marore didiami oleh suku Sangir . Jumlah penduduk Kampung Marore menurut data tahun 2006 berjumlah 562 jiwa yang terdiri atas 135 kepala keluarga. Sementara penduduk Pulau Matutuang anak kampung Marore sejumlah 300 jiwa. Sedangkan Pulau Mamanuk yang luasnya sekitar delapan hektare yang juga termasuk Kampung Marore tidak perpenghuni. Penduduk Marore pada umumnya beragama Kristen Protestan

Penduduk Marore dapat digolongkan miskin. Hal ini terlihat pada 50% atau 60 kepala keluarga masih mendapatkan suatu bantuan tunjangan uang miskin. Mata pencaharian penduduk Marore sebagai nelayan dan petani. Adapun hasi dari pertanian berupa, kelapa yang diolah untuk dijadikan kopra. Adapun penjualan kopra dilakukan di Tahuna.

Mata pencaharian lain sebagai nelayan penangkap ikan laut. Ikan laut hasil tangkapannya dijual melalui pedagang yang datang dari Philipina. Ikan tersebut dibawa ke tempat pengalengan ikan terbesar di General Santos City, Pulau Mindanao, Philipina. Penangkapan ikan hanya dapat dilakukan pada musim teduh atau jika ada pesanan pembeli dari Philipina. Jika tidak ada pesanan atau pembeli dari Philipina, ikan hasil tangkapan tersebut hanya umtuk kosumsi sendiri.

Penduduk yang mendiami di Pulau Marore juga melakukan perdagangan dengan penduduk Marore yang bertinggal di Philipina. Adapun barang – barang yang dibeli dari Philipina seperti beras, minuman, alat rumah tangga dan kebutuhan lainnya. Adapun sistim pembayarannya, dibayar dengan matau uang rupiah dan ada kalanya dengan barter atau dibayar dengan mata uang Philipina, Peso.

Bila dilihat secara dekat, sarana prasarana yang ada di Pulau Marore seperti, kantor kampung, kator Camat, kantor Border Crossing Phillipina, Kantor Syahbandar, Bea Cukai, imigrasi dan Pos AL, Koramil dan Kepolisian. Fasilitas lainnya yang ada, seperti, Gereja, Puskesmas, Sekolah Dasar, SMP dan SMA. Untuk fasilitas penerangan, Listrik dari PLN yang hidup selama 12 jam, pada malam hari.

Sedangkan prasarana tranportasi, Jalan, di pemungkiman barat di tengah kampung dengan kelebaran 3,5 meter, jalan lingkungan dengan lebar jalan 2,5 meter dan jalan penghubung dari pemungkiman barat ke pemungkiman timur mempunyai kelebaran sekitar 2 meter. Bahan jalan dari beton cor. Kondisi jalan penghubung antar pemungkiman ini sering rusak yang dikarenakan tergerus oleh arus ombak.

Marore Pintu Gerbangnya Indonesia

Ketrpencilan Pulau ini dapat dillihat dari tiga lautan yang mengelilinginya, seperti laut Sulu, Laut Sulawesi, dan Samudera Pasifik. Pulau Marore dikatakan sebagai pintu gerbang, karena jarak antara pulau Balut sebagai pulau terdepan dari wilayah Philipina saling berdekatan. Kalau dihitung jaraknya, sedikitnya 7 Km dari Pulau Marore ke Pulau Balut atau setara dengan jarak antara Jakarta – Kawasan Puncak, Bogor.

Jika kondisi laut tenang, jarak tersebut dapat ditempuh dengan menggunakan kapal Fuso selama empat jam perjalanan. Namun jika laut sedang tidak bersahabat, perjalanan tersebut bisa jauh lebih lama.

Kondisi laut antara pulau Marore dengan pulau milik tetangga ini sangat spektakuler. Kedalaman terjauhnya sekitar 16 Km. Namun sangat disayangkan, banyak potensi didalamnya belum tercatatnya.

Pulau Marore yang terisolir memiliki keberuntungan tersendiri layaknya seperti pulau pulau terdepan lainnya. Memiliki keindahan panoramanya, udaranya belum terpolusi dan mendapat sinar matahari dari siang hingga sore. Pulau dengan titik tengah yang terletak di koordinat 4 derajat 44’ 9,6” Lintang Utara dan 125 derajat 29’ 2,5” Bujur Timur ini memiliki lingkungan yang masih asri dan kekayaan alam yang masih perawan.

Keasrian dan keperawanan dari pulau seperti ini perlu penjagaan serta pelestarian dari semua insan yang memilikinya. Dapat dibayangkan, kesulitan penduduk setempat yang hanya memiliki tiga lokasi sumber air bersih yang kini menghidupi mereka dapat terganggu dengan adanya pengerusakan alam sekitar oleh manusia yang tidak bertanggung jawab. Hal ini akan menjadi beban penderitaan penduduk setempat.

Wisata Bahari Tergolong Lengkap

Selain ada hutan perawan yang berada di perbukitan, pulau tersebut juga menjadi lahan subur bagi tanaman kelapa, jeruk, nanas dan lain lalin. Selain itu, penduduk setempat juga membudidayakan tanaman singkong. Singkong merupakan salah satu makanan utama mereka.

Sementara itu, dibagian pantai terdapat hamparan pasir putih yang penuh keindahan. Di Pulau Marore, bagi pelancong bahari akan merasakan kelengkapan pesona karena mempunyai pasir putih, laut yang bersih dan matahari yang selalu bersinar.

Terlebih lagi perairan y6ang dangkal di Marore dihiasi dengan aneka jenis terumbu karang. Survei telah membuktikan, terumbu karangnya tergolong dalam katagori antara sedang dan baik. Ragam pesona dari kehidupan berbagai jenis ikan karang nan elok menjadikan perairan Marore menambah daya pikat yang elok. Dilihat dari sumber daya manusia, Pulau Marore tergolong lumayan baik dengan adanya sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas. Selain itu, demi keamnan berlayar, di pantai juga telah tersedia mercuar

Kondisi seperti diatas menjadikan sebuah renungan kita semua. Pertanyaannya sekarang, Akankah Marore kelak yang menjadi pulau terdepan negara kesatuan republik Indonesia ini akan menjadi seonggok daratan paling depan yang mampu mendatangkan nilai tambah tinggi bagi penjaganya (Penduduk).

Pemburu ikan Hiu yang Ulung

Nasib kehidupan sebagai nelayan di Marore sangat berbeda dengan nasib kehidupan nelayan –nelayan yang ada di pantai utara Jawa atau kawasan lainnya. Mereka dalam setahun hanya bisa melaut sekitar empat hingga lima bulan atau pada bulan Mei, Juni, Juli, Nopember dan bulan Desember. Pada bulan bulan lainnya cuaca tidak mendukung yang diakibatkan dari pengaruh badai Phillipina. Dan sedikitnya dua kali terjadi badai dalam setahun.

Dengan kondisi demikian, penduduk Marore masih mengatakan beruntung karena daerahnya telah dikaruniai kekayaan yang berlimpah. Di dalam laut, beraneka ragam jenis ikan bernilai ekonomis siap diburu. Ikan ikan tersebut seperti, Hiu, Cakalang, Layar, tuna dan kerapu.

Disamping itu, ikan ikan semacam itu juga dapat dijadikan sebuah hiburan tersendiri bagi pelancong yang gemar olah raga memancing. Sedangkan pelancong yang belum lihai memancing, dapat belajar dengan masyarakat Marore.

Dengan modal peralatan sederhana, nelayan Marore sangat ulung dalam menangkap ikan tersebut . Keulungan ini merupakan hasil turun temurun dari nenek moyang mereka. Dalam memburu ikan hiu, mereka menggunakan rawai, pancing ulur dan senjata panah.

Dari sekian keluarga nelayan, sebagai besar sebagai pemburu ikan hiu. Dan sebagian kecil nelayan di sana dalam memburu ikan selain hiu menggunakan jaring. Jadi, jangan merasa heran apabila anda disana jarang menemukan jaring.

Nelayan Marore sangat alami dan sangat ulung dalam berburu ikan hiu. Terlebih perahu yang digunakan dalam berburu adalah pumpboat atau sejenis perahu kecil yang bersayapkan bambu.

Kalau diamati secara mendalam, ukuran perahu yang digunakan sangat kecil, dengan panjangnya sekitar sepuluh meter dan mempunyai kelebaran sekitar satu meter. Kalau kita bandingkan dengan nelayan nelayan yang berada di kawasan lain, hiu-hiu diburu dengan menggunakan kapal-kapal berukuran jauh lebih besar. Penduduk setempat menggunakan perahu kecil mempunyai alasan tersendiri, karena kebiasaan melaut pada waktu subuh dan kembali sore harinya dan jelajah tangkapnya hanya sekitar 15 mil laut atau di sekitar Pulau sekelilingnya seperti Pulau Mamanuk dan Pulau Matatuang.

Dengan keulungan nelayan Marore, perlu menjadi sebuah cermin kehidupan masyarakat nelayan pesisir lainnya. Sedangkan untuk meningkatkan taraf hidup mayarakat nelayan di Marore, pemerintah setempat atau pemerintah pusat segera memodernisasi peralatan nelayan tersebut. Selain itu, Pulau Marore sebagai pintu gerbang masuk wilayah Indonesia yang secara politis sangat strategis, sehingga pemerintah dan masyarakat secara sinergis untuk menjaga pulau tersebut sebagai wilayah Indonesia.

Dalam rangka mengantisipasi perkembangan ke depan terhadap Pulau terdepan yang bersifat sangat strategis ditinjau dari politis, dan pertahanan keamanan perlu dilakukan sebuah wujud pembangunan yang sesuai dengan budaya kehidupan setempat. Selain itu, aparatur negara keamanan dan pertahanan selain menjaga keamanan harus diperankan dalam menjaga kelestarian alam sekitarnya di pulau terdepan.

1 komentar:

  1. Pulau terluar perlu kita rawat dengan baik . . .
    Kalu tidak dirawat dia akan minggat . . .Ok ?

    BalasHapus