Miangas, dalam bahasa setempat berarti ”Menangis atau kasihan”, karena letaknya yang terpencil dan jauh dari jangkauan transportasi laut. Kalau dalam bahasan Talaud, Miangas berati Malu. Ini berkaitan dengan masa lalunya, konon ketika orang dari Nanusa waktu mau ke Miangas ternyata di sini sudah ada orang, sehingga orang tersebut MALU.
Sementara itu, kedua orang yang dibuangnya dibiarkan terapung-apung dilaut. Namun, secara tiba-tiba, muncullah ikan hiu yang dulu pernah membawa mereka dari Filipina ke pulau Miangas. Ikan hiu tersebut lalu menyelamatkan kedua orang untuk dibawa kembali ke pulau yang pernah dituju, P.Miangas. Sehingga kedua orang itu pun tinggal menetap kembali di pulau ini.
Nama lainnya, Po Ilaten (seperti kilat), karena saat itu kalau dilihat dari Filipina terlihat seperti ada kilat dikejauhan, yang ternyata adalah sebuah pulau. Sehingga, kalau masih ada kilat di timur laut (maksudnya pulau Miangas), berarti orang yang berada di pulau tersebut masih hidup. Wui Batu, karena pulau ini terlihat seperti batu muncul. Mamea, nama lain yang berasal dari bahasa Sangir (dulu Miangas termasuk Kabupaten Sangir-Talaud). Sedangkan beberapa pihak dari Filipina memberi nama pulau ini dengan julukan “La Palmas”.
Asal Mula Penduduk Miangas
Konon ceritanya, ada orang dari Sulawesi Tengah yang datang ke Filipina dan kawin dengan orang Philipina. Kemudian tinggal di Gunung Kulamah (Filipina) gunung bukit.Saat itu, mereka melihat P. Miangas ini seperti kapal, jauh di timur laut.
Konon ceritanya, ada orang dari Sulawesi Tengah yang datang ke Filipina dan kawin dengan orang Philipina. Kemudian tinggal di Gunung Kulamah (Filipina) gunung bukit.Saat itu, mereka melihat P. Miangas ini seperti kapal, jauh di timur laut.
Kedua pasangan, Sapu (perempuan) Tinori (nama orang) naik ikan hiu menuju pulau yang dituju, Miangas, Tiba di Miangas masih kosong dan tinggal di Tanjung Merah. Beberapa lama kemudian, tiba-tiba ada yang datang dari Dampulis ( pulau di Nanusa). Rencananya mau ke Filipina, tapi karena di tengah perjalanan melihat pulau Miangas, maka mereka mendarat di pulau tersebut. Tiba-tiba mereka melihat jejak-jejak kaki, dan mencari-cari si empunya jejak kaki tersebut.
Setelah menemukan orang yang empunya jejak kaki, maka mereka menangkap ke dua orang yang terdahulu, dan mengikatnya. Kemudian keduanya dinaikkan perahu dan dibuang ke laut.
Setelah berhasil membuang ke laut, maka orang-orang Dampulis tersebut kembali lagi ke Nanusa.
Setelah berhasil membuang ke laut, maka orang-orang Dampulis tersebut kembali lagi ke Nanusa.
Sementara itu, kedua orang yang dibuangnya dibiarkan terapung-apung dilaut. Namun, secara tiba-tiba, muncullah ikan hiu yang dulu pernah membawa mereka dari Filipina ke pulau Miangas. Ikan hiu tersebut lalu menyelamatkan kedua orang untuk dibawa kembali ke pulau yang pernah dituju, P.Miangas. Sehingga kedua orang itu pun tinggal menetap kembali di pulau ini.
Berikutnya, orang-orang Dampulis yang pernah membuang kedua pasangan ternyata kembali lagi ke pulau ini, sambil membawa warga Dampulis lainnya.
Ketika mereka tiba di pulau ini, ternyata mereka menemukan lagi jejak-jejak kaki yang sama, yaitu jejak kaki kedua orang yang pernah dibuang kelaut dahulu itu.
Melihat hal demikian, kemudian orang Dampulis yang pernah membuang kedua orang ke laut tersebut, kemudian mengatakan kepada warga Dampulis lainnya agar jangan mengganggu atau membunuh kedua orang itu, karena mungkin saja itu adalah roh’nya.
Begitulah akhirnya, kemudian mereka beranak-pinak dan penduduk Miangas sekarang ini adalah para keturunan mereka.
Terjadinya Perang
Pada dahulu kala di Pulau Miangas, pernah terjadi perang berkali-kali antara penduduk setempat dengan penduduk perantau dari Philipina.
Pada dahulu kala di Pulau Miangas, pernah terjadi perang berkali-kali antara penduduk setempat dengan penduduk perantau dari Philipina.
Perang pertama terjadi ketika suku Sulu (dari Filipina) datang dengan 11 perahu berawak 100 orang. Dan pada saat itu, di pulau ini baru ada penduduk sekitar 25 kepala keluarga berarti orang yang sanggup menghadapi perang sekitar 25 laki-laki.
Untuk menyusun sttrategi pertahanan, sejumlah 25 orang Laki-laki tersebut membuat benteng di Tanjung Bora diperuntukan sebagai mempertahankan diri.
Namun karena jumlahnya lebih sedikit dan kekurangan air, akhirnya mereka kalah. Mereka mundur dan melarikan diri ke Wui Batu (Gunung Keramat) dengan cara berenang dan menggunakan perahu. Di sana, Wuim Batu, mereka membangun benteng lagi.
Orang-orang Sulu tetap mengejar dan terus menyerang ke atas. Di Wawon Soro (daerah Menara Suar), peperangan terjadi lagi, sehingga menimbulkan banyak korban di kedua belah pihak masing-masing 50%. Opa Are (Panglima perang dari pulau ini) akhirnya juga wafat di Wawon Soro. Melihat jatuhnya banyak korban, akhirnya Sulu pun pulang kembali ke Filipina.
Belum puas dengan perang yang pertama, kemudian orang-orang Sulu datang kembali ke pulau ini. Kali ini berkekuatan lima perahu berjumlah 50 orang.
Opa Mura, adalah Panglima Perang pulau ini pada waktu datang serangan kedua dari Sulu tersebut. Opa Mura dan pasukannya bertahan di gua, yang kemudian dibakar oleh orang-orang Sulu. Banyak orang-orang Miangas yang meninggal di gua ini. Kemudian mereka mundur kePantai Madiu.
Sampai suatu saat, Opa Mura dengan kekuatannya mengangkat sebuah batu besar (yang normalnya harus diangkat 8-10 orang). Batu besar itu kemudian ditanam di pantai. Melihat hal tersebut, orang Sulu Nampak ketakutan dan akhirnya pulang kembali ke Filipina.
Masih tetap belum puas, orang-orang Sulu datang lagi untuk ketiga kalinya. Kali ini berkekuatan dua perahu dengan 25 orang.Kali ini yang menjadi Panglima perang pulau ini adalah Opa Andrikus Lupa.
Pada penyerangan yang ketiga ini, orang-orang Sulu saling berhadapan dengan orang-orang Miangas di depan Pos AL yang sekarang ini. Orang Sulu bertanya, “Berapa kepala keluarga di sini ?” Jawab, “Ada lagi di bawah, di sini ada jago silat”.
Memang, di pulau ini ternyata sudah menetap dua orang pedagang Cina. Mereka (orang Cina tersebut) berasal dari Talaud, Benton dan Belian.
Selanjutnya, (termasuk kedua orang Cina tersebut) terjadilah perkelahian di antara mereka. Dengan bantuan ke dua orang Cina tersebut, maka, sekali lagi, suku Sulu menderita kekalahan untuk ketiga kalinya. Mereka pun akhirnya kembali ke negaranya.
Sejak peperangan yang ketiga kalinya itu, suku Sulu sudah tidak pernah datang-datang lagi ke Miangas(rstmopm).