Rabu, 26 Mei 2010

DANAU POSO, SEBUAH EKSOTIKA KEINDAHAN INDONESIA

Mungkin kita semua masih ingat peristiwa berdarah yang dikenal dengan Konflik Poso, beberapa tahun yang silam. Pasca kerusuhan Poso, daerah ini seolah menjadi momok ketakutan bagi setiap orang yang akan melintas di Poso. Bumi Sintuvu Maroso, demikian julukan Kota Poso, seakan menjadi kota mati yang tak bergairah. Padahal daerah ini banyak menyimpan pesona keindahan berbagai obyek wisatanya. Sebut saja misalnya, ada Air Terjun Sulewana yang sekarang telah dibangun menjadi pusat Pembangkit Listrik Tenaga Air dimana suplay daya listriknya dapat memenuhi kebutuhan listrik wilayah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Selain itu ada Goa Latea, yang menyimpan berbagai misteri tapak-tapak sejarah peninggalan purbakala di Tanah Poso, dan masih banyak lagi obyek wisata menarik lainnya.

Salah satu obyek wisata yang menjadi icon Poso dan sudah terkenal hingga ke mancanegara adalah Danau Poso. Danau Poso terletak di kota Tentena Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah, pada posisi strategis lintasan perjalanan Trans Sulawesi antara Toraja, Poso, Gorontalo dan Manado. Posisi ini membuat Danau Poso selalu disinggahi wisatawan. Danau Poso dapat dicapai dengan perjalanan darat 57 kilometer dari kota Poso atau 283 kilometer dari kota Palu. Luasnya bisa mencapai ± 32.000 hektar yang membentang dari utara ke selatan sepanjang 32 kilometer dengan lebar 16 kilometer dan kedalaman mencapai 510 meter. Danau yang berada pada ketinggian 657 meter pada permukaan laut ini, memiliki keunikan karena berpasir putih dan kuning keemasan serta bergelombang seperti air laut. Panorama alam di sekeliling danau sangat indah. Perbukitan dan hutan di sekitarnya berdiri tegar memagari danau. Udara yang sejuk membawa kesegaran bagi para pengunjungnya. Air Danau Poso sangat jernih dan tidak keruh meskipun terjadi banjir pada sungai-sungai yang bermuara di danau ini.


Setiap tahun, di Danau Poso diselenggarakan event Festival Danau Poso. Peristiwa budaya ini menggelar beragam pertunjukan kesenian daerah dari kabupaten/kota se Propinsi Sulawesi Tengah, eksebisi kesenian daerah lain di Indonesia, serta pameran industri kerajinan daerah dan atraksi permainan rakyat/olahraga tradisional.


Kini Tanah Poso telah menjadi sebuah negeri yang aman, damai dan bersahaja. Masyarakatnya hidup rukun dan berdampingan dalam satu tekad “Sintuvu Maroso”, bahasa daerah Poso yang berarti Hidup Erat Bersatu. Lewat budaya direkatkan persatuan terjalin pilin menjadi keindahan hidup yang damai, makmur dan sejahtera.****

Senin, 17 Mei 2010

KESENIAN TRADISIONAL SULAWESI TENGAH


Berbagai macam kesenian Tradisional Sulawesi Tengah yang sampai sekarang masih digemari masyarakat, dan diselenggarakan pada waktu-waktu tertentu seperti modero, vaino, Dadendate, Kakula, Lumense serta Peule Cinde, Mamosa, Morego, Pajoge, dan Balia.

Kesenian tradisional Modero, tarian yang dibawakan oleh golongan tua dan muda pada waktu pesta panen (vunja). Tarian ini ditarikan di tengah sawah, biasanya sampai pagi hari. Tujuan dari tarian ini merupakan ungkapan rasa terima kasih atas keberhasilan panen, sekaligus merupakan hiburan bagi para petani setelah bekerja keras.

Selanjutnya untuk Vaino, merupakan pembacaan syair-syair yang dibawakan secara bersahut-sahutan. Biasanya dilakukan pada waktu pesta kedukaan, yaitu di antara malam-malam dari hari ke- 3 sampai hari ke- 40 setelah kematian.

Sedangkan Dadendate, dapat dikategorikan sebagai seni suara, berupa nyanyian yang dilagukan semalam suntuk oleh seorang pria dan seorang wanita secara bergantian dengan iringan alat musik gambus. Syair yang dinyanyikan berisikan sindiran yang sifatnya membangun. Kesenian ini pada umunmya digemari oleh semua lapisan umur dalam masyarakat.

Untuk kesenian tradisional Kakula, yaitu sejenis kesenian yang menggunakan seperangkat alat musik, terdiri dari 15 buah kakula, 2 buah tambur, dan sebuah gong.
Untuk jenis tarian yang disuguhkan untuk menyambut tamu-tamu terhormat, yang diakhiri dengan menaburkan bunga kepada para tamu sering dinamai tarian . Lumense dan Peule Cinde
Mamosa, merupakan tarian perang yang dibawakan oleh seorang penari pria dengan membawa parang dan perisai kayu, yang ditarikan dengan gerakan melompat-lompat seperti menangkis serangan. Tarian ini diiringi alat musik gendang dan gong.

Sedanngkan Morego, sejenis tarian untuk menyambut kepulangan para pahlawan dari medan pertempuran dengan membawa kemenangan. Sebelum tarian ini ditarikan, harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu seperti meminta restu kepada pemangku adat, kemudian mencari wanita pasangan menari yang belum menikah.

Selanjutnya, Pajoge, merupakan tarian yang berasal dari lingkungan istana, dan biasanya ditarikan pada waktu ada pesta pelantikan raja. Tarian ini merupakan hasil pengaruh unsur kesenian dari kebudayaan yang berkembang di Sulawesi Selatan. Para penarinya terdiri dari tujuh penari wanita dan seorang penari pria.

Balia, merupakan sejenis tarian yang berkaitan dengan kepercayaan animisme, yaitu pemujaan terhadap benda-benda keramat, khususnya yang berhubungan dengan pengobatan tradisional terhadap seseorang yang terkena pengaruh roh jahat.

Kalau dilihat dari kesenian tari, wilayah Sulawesi tengah akan kaya dengan seni budayanya. Hanya saja, cara untuk melestarikan serta mempertahankan serta mempromosikannya perlu mendapat perhatian secara maksimal dari pemerintah daerah (rstmopm).

Rabu, 05 Mei 2010

SENI BUDAYA SULAWESI TENGAH

Suku bangsa Kaili merupakan penduduk mayoritas di propinsi Sulawesi Tengah, di samping suku-suku bangsa besar lainnya seperti Dampelas, Kulawi, dan Pamona. Orang Kaili dan Dampelas menganut agama Islam, sedangkan orang Kulawi dan Pamona merupakan penganut agama Kristen. Selain itu secara keseluruhan masih ada suku-suku bangsa lainnya yang tidak begitu besar jumlahnya, yaitu Balaesang, Tomini, Lore, Mori, Bungku, Buol Toli-toli, dan lain-lain.
Sebagian besar dari mereka sudah memeluk agama Islam terutama yang menetap di daerah pantai, sedangkan mereka yang tinggal di daerah pedalaman menganut agama Kristen atau kepercayaan nenek moyang. Mereka mengakui bahwa mereka berasal dari satu nenek moyang yang disebut Tomanuru, yaitu orang yang menjelma dari suatu tumbuh-tumbuhan tertentu yang merupakan titisan/jelmaan dari seorang dewa.

Di samping penduduk asli, di Sulawesi Tengah juga terdapat suku bangsa pendatang, seperti orang Bugis dari selatan serta orang Gorontalo dan Minahasa dari sebelah utara. Bahkan ada sebuah catatan sejarah yang menyatakan, bahwa raja-raja dari Sulawesi Selatan (seperti Bone, Gowa, dan Luwu) pernah lama berkuasa di Sulawesi Tengah, sehingga sampai dewasa ini masih terlihat adanya peninggalan-peninggalan unsur budaya yang memiliki ciri-ciri Bugis-Makassar, seperti bentuk rumah, adat istiadat, perkawinan, tata cara bertani, sistem kekerabatan, sistem mata pencaharian hidup, dan sebagainya.

Hubungan dengan suku-suku bangsa yang berasal dari Sulawesi Selatan membawa pengaruh pula dalam hal agama, dalam hal ini agama Islam yang menjadi agama mayoritas penduduk Sulawesi Selatan. Bukti sejarah menyatakan bahwa masuknya agama Islam ke Sulawesi Tengah berasal dari daerah Minangkabau melalui Makassar, yang dibawa oleh seorang mubalig pada saat sedang berdagang. Diperkirakan masuknya agama Islam ke Sulawesi Tengah pada abad XVII, yang mana saat itu penduduk setempat masih memeluk kepercayaan nenek moyang yaitu animisme dan dinamisme.

Kepercayaan animisme dan dinamisme ini terutama masih dianut oleh penduduk yang bermukim di daerah pedalaman, atau mereka yang termasuk kelompok masyarakat terasing di Sulawesi Tengah, seperti suku bangsa Tolare, Wana, Seasea, dan Daya. Inti dari kepercayaan warisan nenek moyang ini antara lain kepercayaan akan adanya makhluk-makhluk halus, yang dianggap sebagai kekuatan gaib, sebagai tempat berlindung dan bermohon, dengan melalui cara-cara tertentu atau dengan suatu upacara khusus. Banyak nama dan jenis makhluk halus yang dikenal, yang mendiami dan menguasai hutan, gunung, sungai, batu-batu besar, kuburan keramat (disebut anitu) atau laut. Penduduk setempat mengenal jenis-jenis makhluk halus yang sering menjelma sebagai orang pendek yang disebut topepa, makhluk halus yang menjelma menjadi bermacam-macam binatang (kalomba), atau roh-roh orang yang mati terbunuh waktu perang yang sering menampakkan diri tanpa kepala.

Roh atau makhluk halus dibedakan atas dua jenis, yaitu roh halus dari manusia yang telah meninggal karena disebut taulerultalivarani dan roh halus dari manusia yang mati dalam keadaan tidak wajar, seperti pontiana (roh orang mati karena melahirkan). Selain itu ada makhluk-makhluk halus yang menghuni sekitar tempat kehidupan manusia, yang dianggap sebagai penguasa alam dan sering mengganggu manusia. Agar tidak mengganggu manusia dan menimbulkan malapetaka, maka manusia harus mengadakan komunikasi secara khusus melalui upacara ritual dengan mempersembahkan sesaji.

Kepercayaan lain yang masih diyakini masyarakat ialah kepercayaan terhadap manusia biasa yang karena salah menggunakan ilmu hitamnya dapat membunuh orang lain dengan kekuatan roh jahatnya. Orang demikian disebut topeule, yang ditakuti masyarakat karena gangguan roh jahat (mbalasa) yang dimanfaatkannya dapat membuat orang sakit atau meninggal. Kepercayaan akan kematian seseorang sebagai akibat gangguan makhluk halus masih terasa dalam setiap upacara pengobatan tradisional, yaitu upacara balia. Oleh sebab itu peranan dukun (tobalia) sangat penting dalam mengobati orang-orang sakit atau sebagai penghubung antara manusia dengan roh halus.

Penduduk setempat juga percaya akan adanya makhluk-makhluk halus yang mendiami dan menguasai tempat-tempat tertentu, dan mereka dianggap sebagai dewa penguasa (pue) tempat-tempat tersebut. Makhluk halus yang menguasai laut disebut pue ntasi, yang menguasai tanah disebut pue ntana, yang menguasai hutan disebut pue nggayu, dan lain-lain.

Demikian pula masyarakat setempat masih mempercayai adanya benda-benda sakti, seperti tana sanggamu (tanah segenggam) yang diyakini sebagai salah satu benda sakti. Bila benda tersebut dibuka dari ikatannya, akan dapat mengakibatkan berbagai peristiwa alam misalnya gempa bumi, bencana alam, dan lain-lain. Di samping itu dikenal benda-benda sakti yang dapat digunakan sebagai penangkal diri, misalnya orang dapat menjadi kebal terhadap senjata tajam, anti guna-guna, tidak diganggu hantu, dan sebagainya. Benda-benda sakti ini dapat berupa keris, cincin, parang, potongan kayu, dan lain-lain.

Dengan masuknya agama Islam sebagai agama mayoritas serta agama-agama lain (terutama Kristen), kepercayaan-kepercayaan nenek moyang tersebut belum hilang sama sekali, bahkan tumbuh dan berkembang bercampur dengan agama dalam bentuk sinkretisme. Hal ini dapat disaksikan dalam penyelenggaraan upacara-upacara adat yang sudah merupakan perpaduan antara sistem kepercayaan lama dan agama. Meskipun demikian upacara-upacara yang dianggap kurang sesuai dengan agama berangsur-angsur hilang dalam bentuk aslinya, tinggal sisa-sisanya yang dikembangkan dalam simbol-simbol tertentu. Keadaan seperti ini terutama berlaku dalam suku-suku bangsa yang sudah memeluk salah satu agama.


Demikian pula halnya dengan nilai-nilai yang dimiliki suku-suku bangsa pendukung kebudayaan Sulawesi Tengah berorientasi pada ajaran agama Islam dan Kristen serta adat istiadat yang masih sesuai dengan kondisi kehidupan saat ini. Nilai-nilai yang berlandaskan ajaran agama Islam terungkap dalam kata-kata Adat bersendikan syara (adat berlandaskan ajaran agama Islam), sedangkan yang berdasarkan ajaran agama Kristen menitikberatkan akan "kasih terhadap sesama". Semua ini dijadikan pedoman dan sistem pengendalian sosial dalam kehidupan bermasyarakat, agar tercipta keteraturan yang terkendali serta keharmonisan dalam hidup bermasyarakat.

Salah satu nilai kehidupan yang berbunyi nilinggu mpo taboyo merupakan manifestasi keakraban hubungan kekerabatan. Pada hakikatnya nilai ini dapat diartikan sebagai suatu sikap hidup yang tidak menginginkan adanya jarak atau perbedaan yang dalam antara sesama kerabat, dalam hal ini perbedaan kaya dan miskin. Biasanya mereka yang tergolong mampu atau berkecukupan dalam hidup selalu menolong kerabatnya agar dapat hidup lebih layak.

Masyarakat Sulawesi Tengah juga mengembangkan suatu nilai yang dapat menunjukkan kesetiakawanan atau solidaritas dengan sesamanya, yaitu nilai gotong royong (nolunu). Nilai hidup ini merupakan realisasi kebersamaan mereka dalam menghadapi suatu kerja, yang manifestasinya dapat terlihat dalam segala aktivitas hidup sehari-hari, seperti bantu-membantu dalam suatu pekerjaan besar yang membutuhkan banyak tenaga kerja, memberi pertolongan kepada keluarga yang sedang dirundung musibah, serta kegiatan-kegiatan lainnya yang akan lebih cepat terselesaikan jika dikerjakan bersama-sama.

Demikian pula masyarakat Sulawesi Tengah mengembangkan sopan santun dalam tata cara pergaulan yang menentukan bagaimana orang seharusnya bersikap terhadap sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat. Adat sangat membatasi dan mengatur pergaulan muda-mudi. Mereka tidak dibenarkan bertemu berduaan tanpa didampingi seorang tua, karena itu perkawinan diatur oleh orangtua dari kedua belah pihak yang bersangkutan. Jika adat ini dilanggar, maka yang melanggar akan dikenai denda adat (nigivu) dengan memberikan sejumlah hewan tergantung dari besar kecilnya pelanggaran yang dilakukan.

Hal-hal yang tidak boleh dilakukan seseorang yang dianggap dapat merugikan orang lain juga diatur oleh adat yang berlaku dalam masyarakat. Biasanya pelaku pelanggaran adat akan dikenakan denda adat atau sanksi sosial lainnya, seperti menjadi bahan pembicaraan atau ejekan masyarakat, dikucilkan dari masyarakatnya, diusir dari lingkungan tempat tinggalnya, bahkan terjadi pembunuhan sebagai tindakan balas dendam, atau bentuk-bentuk denda dan sanksi lainnya. Sebagai contoh, seorang wanita dengan sengaja sampai pada perbuatan melanggar susila (pelanggaran yang dilakukan disebut salah kana), maka pelakunya bisa saja dibunuh oleh keluarga pihak wanita yang diganggu. Kalau pembunuhan tidak sampai terjadi, pelanggar akan dikenakan denda seperti yang telah ditentukan oleh adat.

Selain itu adat juga menetapkan beberapa larangan, seperti seorang laki-laki tidak boleh dengan sengaja melihat perempuan yang sedang mandi, salah berbicara sehingga menyebabkan orang lain tersinggung, seorang wanita tidak boleh menerima laki-laki lain jika suaminya sedang tidak berada di rumah, dan lain-lain. Pendidikan budi pekerti ditanamkan dalam diri individu sejak dia masih berusia anak-anak, dan biasanya dilakukan oleh orangtua sesudah makan malam.

Demikian pula dalam masyarakat dikembangkan sopan santun dalam hubungan kekerabatan, misalnya bagaimana harus bersikap, berkata-kata dan bertindak terhadap orangtua atau mereka yang lebih tua usianya dalam kehidupan sehari-hari. Pada umumnya mereka yang tergolong muda harus bersikap sopan dan hormat kepada golongan yang lebih tua usianya, serta mereka yang berasal dari golongan yang lebih tinggi status sosial dan kedudukannya dalam masyarakatnya. Sebaliknya golongan tua harus dapat bersikap hati-hati dalam memberikan contoh yang baik untuk diteladani oleh para generasi muda.

Pendidikan moral ditanamkan di dalam lingkungan keluarga secara ketat. Yang paling berperan dalam masalah pendidikan anak-anak adalah ibu. Oleh sebab itu anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, lebih dekat hubungannya kepada ibu daripada ayah mereka.

Orang Kaili pada masa lalu mengenal beberapa lapisan sosial, seperti golongan raja dan turunannya (madika), golongan bangsawan (to guru nukapa), golongan orang kebanyakan (to dea), golongan budak (batua). Selain itu mereka juga memandang tinggi golongan sosial berdasarkan keberanian (katamang galaia), keahlian (kavalia), kekayaan (kasugia), kedudukan (kadudua) dan usia (tetua).

Pada masyarakat Sulawesi Tengah dikenal sistem kepemimpinan formal, dan informal. Kepemimpinan formal dalam desa di daerah Sulawesi Tengah dikepalai oleh seorang kepala desa. Kepala desa ini dalam menjalankan tugas-tugasnya dibantu oleh sekretaris desa, kepala urusan-urusan dan kepala dusun. Kemudian kepemimpinan secara informal diketuai oleh kepala adat dan anggota adat lainnya (tokoh-tokoh adat), pemuka-pemuka agama (para ulama, imam dan pembantu-pembantunya), dan organisisasi sosial kemasyarakatan seperti organisasi pemuda, organisasi wanita, dan sebagainya.

Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah mendapat banyak pengaruh kebudayaan dari luar, namun pendidikan moral dan agama masih terus dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lingkungan keluarga. Demikian pula walaupun masyarakat Sulawesi Tengah menerima banyak pembaharuan dari unsur-unsur kebudayaan luar, namun secara keseluruhan mereka dapat mempertahankan ketradisionalan dalam unsur-unsur kebudayaan yang dimiliki (rstmopm).

Rabu, 28 April 2010

KEPULAUAN KARIMUNJAWA DAYA TARIK TERSENDIRI

Lokasi alam yang indah dan relative masih murni, Kepulauan Karimunjawa menawarkan daya tarik wisata yang menjanjikan. Wisata bahari dan wisata petualang alam, mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung di lokasi tetrsebut.
Selain lingkungan alam yang indah, penduduk Karimunjawa multietnis. Kawasan inipun menarik untuk disimak secara dekat atas berbagai keunikan budaya dan tradisinya. Pulau Karimunjawa, dapat disebut sebagai mininya nusantara lantaran campur baurnya etnis. Ada jawa, bugis dan makasar.

Penghuni penduduk di Kepulauan Karimunjawa, terdiri dari suku yang memiliki indentitas tersendiri, seperti, bentuk bangunan yang khas. Banyak Jawa mendiami di beberapa perkampungan Dukuh Karimun, Dukuh Legon Lele, Nyamplungan dan dukuh Mrican.
Masyarakat suku Jawa ini, mayoritas mata pencahariannya sebagai petani dan membuat industri rumah tangga seperti, batu bata, dan membuat minyak kelapa.


Berbeda suku Bugis, masyarakatnya sebagian besar mendiami di Pulau Kemijan, Dukuh Batu Lawang, Legon Gede, dan Duku Tlogo. Masyarakat Bugis terkenal dengan pelaut yang tangguh, oleh itu sebagian besar masyarakatnya disana berprofesi sebagai nelayan.
Hampir sama dengan masyarakat Bugis, Masyarakat Madura yang tinggal di Kepulauan Karimun pun sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Merek pun mempunyai keahlian membuat ikan kering sebagai industri rumah tangga.

Sedangkan keunikan wisata bahari, menawarkan berbagai aktivitas kegiatan wisata dan olah raga yang berhubungan dengan alam. Kepulauan Karimunjawa.Beberapa aktivitas wisata dan olah raga yang dapat dilakukan di kawasan ini seperti, menyelam.Kegiatan menyelam dapat dilakukan di sebelah timur pulau Manjangan Besar, dan masih banyak lagi lokasi selam lainnya.
Kepulauan yang masih perawan ini, dapat ditempuh perjalanan dengan melalui laut, dari Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang dan dari Jepara lewat pelabuhan Kartini.
Dari pelabuhan tanjung Emas, Semarang, menggunakan Kapal Motor Cepat (KMC) Kartini I, dewngan jadwal layar sepakan dua kali. Hari sabtu pukul 09.00 dan pada hari Senin pukul 07.00.

Sementara berangkat dari Jepara, dapat ditempuh setiap hari Senin, Sabtu dan Rabu. Waktu pagi sekitar 09.00 – 10.00.
Sedangkan untuk route kembalinya, pelayaran dilakukan setiap hari Minggu dan Selasa pada pagi dan sore hari.

Apabila bepergian ke Kepulauan Karimunjawa untuk bermalam, tidaklah kesusahan untuk mencari tempat istihat. Sarana akomodasi dari jenis pondok tinggal, wisma, pondok apung, sampai dengan hotel tersedia di sana. Adapun tariff penginapan sangat bervariasi dari 40 ribu rupiah hingga 300 ribu rupiah. Fasilitas akomodasi ini tersedia di beberapa pulau yang ada di Kepulauan Karimunjawa.

Selain alamnya dan akomudasi yang serba waaah, factor penduduk dan tradisinya disana membuat Kepulauan Karimunjawa memiliki daya tarik wisata budaya dan ziarah. Berbagai atarksi budaya terdapat di kawasan ini, seperti, reog, pencak silat, rebana, dan gamelan jawa. Ada juga atraksi atraksi ritual seperti, khoull Sunan Nyamlungan yang sering diperingati setiap satu suro********.

Selasa, 24 November 2009

MENGENAL LEBIH DEKAT KOTA FAK-FAK

Setelah kaki kulangkahkan di Merauke, kini, selanjutnya melangkahkan kaki menuju kota Fak-fak. Kono ceriteranya, Kabupaten Fak-Fak ini sudah berdiri selama kurang lebih 118 tahun, karena itulah Kabupaten Fak-Fak ini disebut sebagai kota perjuangan. Selain itu, ada yang menceriterakan yang lebih menarik mengenai keadaan masyarakat di Kabupaten Fak-Fak ini, yaitu mengenai kerukunan beragamanya.
Memang kenyataan yang ada, setelah sampai di kota Fak-fak, soal kerukunan umat beragama, hal tersebut merupakan suatu hal yang tidak perlu ditanyakan dalam masyarakat di Kabupaten Fak-Fak. Tiga agama besar yang ada di Kabupaten Fak-Fak adalah Muslim, Katolik, dan Protestan. Dalam masyarakat di Kabupaten Fak-Fak, ada istilah satu tungku tiga batu.
Satu tungku tiga batu ialah istilah yang dipakai untuk menggambarkan bahwa di dalam satu keluarga, keanekaragaman dalam beragama itu merupakan hal yang biasa. Jadi, di dalam suatu keluarga, kerukunan tetap terjaga meskipun keyakinan mereka berbeda-beda.
Kalau Mengunjungi Kabupaten Fak-Fak akan memberikan kenangan yang tak terlupakan dalam benak Anda. Menikmati pemandangan alam dan mengenal lebih dalam mengenai hal-hal menarik di kota perjuangan ini akan membuat pengalaman Anda semakin berkesan.
Kapan aku bisa datang kesini lagi ? mungkin bulan madu nanti . . . . . . . (rstmopm)

Senin, 23 November 2009

ASYIKNYA di TAMAN NASIONAL WASUR MERAUKE

(Wasur Merauke) - Merauke merupakan salah satu kota Kabupaten dari 29 kota Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Papua. Kota ini, letaknya paling timur wilayah Indonesia dan mempunyai potensi wisata alam yang menarik.

Obyek wisata kota Merauke yang menarik seperti, wisata alam, sejarah, dan budaya. Wisata alam meliputi pantai-pantai yang terletak disebalah selatan, taman nasional, suaka marga satwa atau cagar alam, dan penangkaran buaya.


Dikota ini, memiliki sumber daya alam yang sangat besar. Sedangkan dunia pariwisata dan budaya merupakan salah satu potensi pendukung. Sementara sector pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan merupakan sector unggulan.

Untuk wisata sejarah, adanya tugu Pepera yang menceriterakan atas kembalinya Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi (RI). Selain itu, adanya tugu peringatan masuknya agama Katolik di Merauke.


Sementara wisata budaya, disini dapat dilihat pada saat menerima tamu atau saat upacara adat, seperti kota distrik Kimaam, setiap bulan Agustus diadakan festival Dambu yang menampilkan tari dan gulat tradisional.


Distrk Kimaam merupakan lokasi paling jauh dari Merauke. Setidaknya dari membutuhkan waktu 45 menit perjalanan dengan pesawat perintis atau 12 Jam dengan Kapal motor (KM) karena di daerah ini belum ada rutte jalan darat..
Wisata alam, pantai yang cukup dikenal disini adalah Pantai Lampu Satu yang terletak di kampong Imbuti, sekitar 4 Km dari pusat kota Merauke. Diberi nama Lampu satu, lantaran di pantai ini ada mercusuar yang berdiri tegak dan kokoh menghadap kelaut. Dipantai dengan hamparan pasir memanjang ini, kita bisa melihat matahari tenggelam (Sunset).

Suasana serupa juga terdapat di Pantai Natsai atau Kadang juga disebut Pantai Wendu. Letaknya, sekitar 25 Km dari pusat kota dan pantai ini bisa dibilang pantai mati. Tiada manusia yang beraktivitas di pantai ini hanya beberapa sebagian kecil pondok seadanya yang masih ada.

Taman Nasional Wasur
Perjalanan menuju Taman Nasional Wasur, disepanjang lintasan akan terlihat tanah tanah gundukan setinggi 2 – 7 meter di tepi jalan. Tanah gundukan tersebut bukanlah gundukan tanah belaka, melainkan merupakan rumah-rumah semut yang dibangun bertahun tahun. Penduduk disekitarnya menyebutnya “Musamus”. Rumah semut ini menjadi symbol semangat bagi masyarakat setempat.


Upaya menuju TN Wasur, jarak tempuhnya cukup jauh dari Kota Merauke terlebih belum terdapatnya sarana transportasi umum. Kendati jaraknya dari kota Merauke 15 Km, dibutuhkan waktu kira-kira 1 jam perjalanan (jangan lupa bawa air).


Keanehan TN Wasur, sekitar 70 persen dari luas kawasannya berupa vegetasi savanna, sedang lainnya berupa vegetasi hutan rawa, hutan musim, hutan pantai, hutan bamboo, padang rumput, dan hutan rawa sagu yang cukup luas. Jenis tumbuhan yang mendominasi antara lain, apai-api (Avicenia sp), tancang (Bruguiera sp)Ketapang (Terminalia sp), dan kayu putih (Melaleuca sp).

Sedangkan satwa yang sering dijumpai disini, seperti, Kanguru pohon, Kesturi Raja, Kaswari Gelambir, Dara Mahkota/Mambruk, Cindrawasih Raja, Cindrawasih Merah, Buaya air tawar, dan buaya air asin.

Salah satu daerah yang tak kalah menariknya di TN Wasur ini, Danau Rawa Biru. Disini berbagai jenis satwa seperti burung migrant, Walabi, dan Kasuari sering dating dan menghuni di Danau tersebut. Danau ini sering disebut “Tanah Air)karena ramainya berbagai kehidupan satwa - satwa.

Perjalanan dari jayapura menuju Merauke dapat menggunakan pesawat terbang. Setelah itu, menggunakan kendaraan roda empat ke lokasi melalui jalan Trans Irian. Musim kunjungan terbaik antara bulan Juli – November. Selamat menikmati perjalanan yang tidak menjemukan ini (rstmopm)